Memasuki Tahun Baru 2022 dengan Setres Berat
Beberapa hari sebelum memasuki tahun baru 2022, aku benar-benar setres. Aku nyaris tidak pernah sesetres ini. Padahal, mungkin bagi sebagian orang penyebabnya sepele: resign dari perusahaan lama dan pergi ke perusahaan baru. Yang bikin setres: gaji di perusahaan lama lebih besar, dan si perusahaan baru adalah kompetitor perusahaan lama.
Seminggu belakangan sebelum memutuskan untuk berpisah per 31
Desember 2021, aku menangis tanpa air mata. Berkali-kali. Sehari mungkin bisa
10 kali. Rasanya campur aduk. Aku tidak ingin berpisah, tetapi ingin berpisah. Mungkin
mirip mencintai kekasih dalam-dalam tapi tidak direstui calon mertua.
Mentalku memang kuakui lemah. Mental tempe. Seharusnya aku
tak begini. Seharusnya memang sudah kuperhitungkan matang-matang sebelum
benar-benar resign. Sialnya, aku sudah menghitung matang-matang, sudah kupertimbangkan
matang-matang, tapi tetap saja setres.
Aku masih ingat kata seniorku dulu, saat sekitar baru
setahun bergabung di perusahaan lama. Katanya, kalau nanti resign jangan pindah
ke media kompetitor. Dan, ya, ternyata hari ini menjadi kenyataan. Ya, aku
kerja di perusahaan media lokal di wilayah pegunungan Muria.
Aku merasa bersalah kepada kantor lama, mengapa pindah ke
perusahaan kompetitor? Meskipun, aku memang punya seribu alasan untuk
menyalahkan kantor lama pula. Tetapi begitulah,
tetap saja setres, setres, dan setres.
Mungkin perasaan setres ini karena aku terlalu ewuh dan
pekewuh. Ya, aku memang orang yang sering ewuh dan pekewuh. Aku terlalu
memikirkan perasaan orang lain. Aku memikirkan, kalau aku begini, pasti orang itu
begini, kalau aku begitu, pasti orang itu begitu. Ada sejuta pikiran di
kepalaku yang membikin aku benar-benar setres.
Yang paling menjadi korban tentu saja istriku. Dia rela
menjadi tong sampah untuk segala omong kosong dan semua yang keluar dari
mulutku.
Aku biasanya orang yang cukup mudah beradaptasi dan tak pernah
sesetres ini. Tapi entah, mengapa kali ini aku benar-benar setres.
Pada tahun 2018, saat aku dipindahkan ke Rembang dari Kudus,
aku hanya pusing sehari. Tapi memang waktunya cukup mepet waktu itu. Kantor bilang
Sabtu, sedangkan Senin aku sudah harus mulai di Rembang. Agak khayal
sebenarnya. Tetapi begitulah, waktu itu aku tidak setres, malah cenderung
bahagia.
Pada awal 2020, menjelang datangnya pandemi Covid-19, aku
juga dipindahkan dari Grobogan ke Blora. Tentu saja setres juga. Tapi tentu
jauh lebih setres sekarang.
Sejujurnya, aku tak tahu apa yang benar-benar membuatku setres. Tapi, semoga dengan
mencurahkannya di sini, tingkat setresku bisa lebih berkurang.
Aamin…
Jumat 31 Desember 2021, 23.52
Komentar
Posting Komentar