Kisah Bocah Penjual Kacang, Ayahnya Tukang Tambal Ban
Bocah itu datang malu-malu. Di tangannya ada tas karet-yang belakangan aku tahu berisi kacang rebus.
Siang itu di Alun-Alun Bojonegoro cuacanya agak mendung. 30 menit setelah aku duduk di salah satu sisinya bahkan gerimis.
Bocah itu menawarkan dagangannya dengan-sekali lagi, malu-malu. Aku yang merasa iba, mengentikan langkahnya dengan mengajak ngobrol. Tanya-tanya. Biasa, naluri wartawan. Hehe.
Ia mengaku kelas 3 SD di Ngawi. Sang ibulah yang menyuruhnya berjualan kacang. Sang ibu stay di tempat, dia yg diminta keliling. Belakangan aku lihat sang ibu, di salah satu sisi alun-alun itu.
Bocah itu mengaku punya satu kakak dan satu adek. Sang kakak sudah berkeluarga sedangkan adeknya masih tiga tahun. Sang ayah adalah tukang tambal ban di Jalan Trunojoyo.
Setelah cukup banyak bertanya kehidupannya, saya bertanya harga kacangnya. Satu ikat katanya Rp 2500. Tapi dia menawarkannya langsung dua ikat.
"Dua (ikat) Rp 5 ribu," kata si bocah.
Aku merogoh saku dan ternyata tidak ada pecahan lima ribuan. Paling kecil Rp 10 ribu. Lalu kuberikan Rp 10 ribuku kepadanya. Dia mengaku tak ada kembalian. Lalu kutanya punyanya berapa. Kulihat Rp 2500 di tangan kirinya. Ya sudah nggak apa-apa, kataku.
Dia lalu mengulurkan dua ikat kacang dan pergi. Tak lupa ia ucapkan terima kasih. Sialnya...
Sialnya, ya aku lupa tanya namanya. Hahaha.
Setelah dia pergi aku petik itu kacang dari tangkainya. Ternyata banyak yg nganu, apa itu, kopong. Pokoknya nggak menthes lah.
Beberapa saat kemudian gerimis turun. Para pengunjung lain berhamburan mencari tempat berteduh. Aku masih santai. Kupikir gerimis ini tak akan lama. Dan benar saja, beberapa menit kemudian sudah reda.
Aku berpindah tempat ke bangku besi yang ditinggalkan pengunjung lain. Kupilihi kacang dari tangkainya. Tak lama kemudian, azan berkumandang.
Aku agak menyesali perbuatanku ini: Aku tinggalkan kacang itu di bangku. Pikirku akan kuambil nanti selesai sholat dhuhur. (Belakangan kacang itu ilang. Wkwkwk.)
Aku menuju masjid. Kulihat WA. Temanku yang kutunggu belum ada tanda-tanda berkabar.
Aku kemudian sholat dhuhur berjamaah di masjid apa itu... ya.. Masjid Agung Darussalam Bojonegoro. Begitulah...
Selesai jamaah, baru kutemui temanku di salah satu tempat makan. Tujuh menit dari masjid.
Yang ada di pikiranku adalah: benarkah bocah tadi adalah anak dr ibu2 yg jualan kacang? karena si ibu itu kira2 sudah 60 tahunan lebih, waktu kulihat dr agak kejauhan. Tapi entahlah... Semoga kelak dia jadi orang yg berguna bagi umat manusia. aamin.
Komentar
Posting Komentar