Mellond Ternyata Seperti Ini (bagian 2)

Kami bertiga di pantai dekat kota. Lupa namanya. Hehe. 15 Oktober 2019.

Mellond, Gue, dan Tupeng Santuy di Pantai
(sambungan)
Waktu Melond bilang sudah di masjid, penulis malah sebenarnya sudah kembali lagi ke museum karena bosan menunggu. Dan sewaktu gue berjalan ke serambi utara, Melond bilang sudah melihat sosok gue. Hmm... asem.
Padahal gue sempat bilang "prank" ke dia. Haha. Gagal deh bohongin Mellond.
Ceritanya kemudian agak konyol. Meski saya sudah bilang berada di serambi utara, Mellond ternyata tak bergerak ke sana. Dia malah beli cilok di seberang jalan. Asem. Katanya sangat lapar. Padahal saya belum sarapan dari pagi karena menunggu bisa makan bareng die.
Jadi, ketika bergerak ke arah serambi selatan, serambi utama, saya tak menemukan sosok Mellond. Saya lihat juga ke seberang jalan. Agak jauh, sekitar 30 meter dari tempat gue duduk di serambi.
Di sanalah dia berada. Duduk di kursi plastik di sebelah babang cilok. Asem. Dia telpon, saya angkat. Dia bilang ada di seberang jalan. Saya bilang sudah tahu, tapi tak mau ke sana. Telpon saya tutup.
Agak konyol juga, setelah itu kami saling menunggu. Mellond tak juga bergerak ke serambi masjid, saya juga tak bergerak ke babang cilok. Berlangsung sekitar 5 menit.
Saya ngalah, lalu telpon. Mellond saya marahi karena saya sudah menunggunya sejam jam 10 lebih 10. Sedangkan dia baru datang pukul 13.30. Akhirnya dia ngalah, dia yang mendatangi saya di serambi.
Kesan pertama, tetap seperti prediksi: kurus, agak cempreng dan lucu. Tapi hari itu sepertinya dia ingin tampak lebih berisi karena memakai aneka pakaian dalam. Entah, tapi memang terlihat tebal meskipun seseorang yang melihatnya dengan sedikit jeli tetap berpendapat dia kurus.
Kupikir Mellond agak tinggi. Ternyata tak begitu tinggi juga. Hehe.
Setelah berbasa-basi sebentar, saya memintanya untuk mencarikan tempat makan. Ya, saya lapar sekali hari itu. Cuma makan snack dan minuman dingin yang harganya nauzubillah untuk kantong saya di stasiun Pekalongan. Selebihnya, perut ini menahan gejolak, Bung.
Sekitar 15 menit motor Mellond yang kami tunggangi berdua melaju ke arah Batang, ya timur. Pilihan akhirnya jatuh ke sebuah rumah makan yang agak terbuka.
Saya memesan penyet dan jus, sedangkan Mellod hanya pesan minum. Tentu saja sembari makan dan setelahnya adalah kegiatan ngobrol ngalor lan ngidul tydack jelaz.
Seandainya waktu masih longgar, sebenarnya saya sudah nge-planning mengajaknya nonton. Tapi ya sialnya, gara2 empat jam terbuang sia2 itu terpaksa acara diganti. Soalnya, saya juga sudah sekalian pesan tiket pulang, dengan jam 17.45. Hmmm... Piye neh.
Saya lalu usul ke pantai. Mellind setuju. Pantai yang dimaksud itu ternyata tak jauh dari masjid  tempat tadi bertemu. Tidak lebih 10 menit dari sana.
Kali ini saya yang menyetir. Ya, pas pertama tadi, Mellond yang di depan. Haha.
Sampai lokasi sudah sekitar pukul 15.30, ya setengah empat sore. Oh ya, saya lupa nama pantainya. Haha.
Sekitar 5 menit di sana, hp berdering. Ternyata Tupel, alias Thufail, alias Tupeng. Dia teman baik saya waktu kuliah empat tahun di Unnes.
Saya sempat mengabarinya pas naik kereta tadi bahwa saya mau ke kotanya.
Bekerja sebagai tukang ketik di media lokal cabang Batang, Tupel ternyata mampu menyisihkan waktunya untuk bertemu kawan lamanya ini. Haha.
Sekitar 20 menit kemudian, Tupel sampai lokasi kami. Kami lalu merapat ke warung makan di sekitar pantai. Ya, tentu saja ngobrol ngalor ngidul lagi.
Kalau mereka yang ngobrol, saya agak menahan senyum setengah ketawa. Logat Pekalongan mereka lumayan kental.
Tupel memesan makan dan minum, sedangkan Mellond dan saya hanya minum. Hehe.
Percakapan tanpa berjuntrungan itu berakhir sekitar pukul 17.00. Saya bilang harus segera ke stasiun karena tiketnya setengah jam lagi. Hehe.
Pamitanlah kami di mulut pintu stasiun. Tupel dengan Suzuki Satria F-nya, Mellond dengan matic-nya. Begitulah...
Saya pun menuju gerbong. Kali ini tidak salah lagi.
Walau agak jengkel karena harus menunggu hampir 4 jam, tapi hari itu cukup lumayan juga. Akan jadi kenangan yang tak terlupakan.
15 menit kereta jalan, Tupeng telpon lagi. Saya kira ada apa, ternyata dia hanya memastikan saya tidak terlambat.
Mellond kemudian juga ternyata menghubungi dengan cara mengirimkan poto-poto kami bertiga. Ya, tentu juga memastikan saya tidak terlambat. Sekian. Hehe.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Persiku Junior Lolos 12 Besar Piala Soeratin Jateng

Tentang Malam Minggu, dan Antara Malam yang Sibuk dan Menyenangkan

Daftar Pesepakbola dan Pelatih dengan Penghasilan Tertinggi