Perjalanan Bang Bang Wetan 5 Februari 2018
Usai sukses mengikuti pengajian Mocopat
Syafaat pada Oktober 2017, saya kembali nekat mengikuti “Ibu Acara Maiyah”
lainnya, Bang Bang Wetan di Surabaya. Tepatnya, 5 Februari 2018, saya
nekat menggunakan bis, tak seperti ketika saya ke Jogjakarta yang pakai motor.
Setelah menitipkan motor di penitipan dekat
terminal Kudus, saya mencegat bis jurusan Semarang-Surabaya. Saya lupa pakai
bis apa, kalau tak salah Indonesia. Haha. Berangkat agak siang, saya sampai di
terminal Bungurasih magrib. Saya menyempatkan sholat Magrib di mushola mungil
di terminal itu. Mushola yang hanya muat untuk enam orang sholat. Kalau pakai
imam, berarti hanya cukup empat orang saja.
Sebelum acara Bang Bang Wetan Februari 2018 |
Pas Acara Bang Bang Wetan Surabaya Februari 2018 |
Setelah Diantar Arfe mantan Bonek Surabaya di Terminal Bungurasih. |
Arfe, poto lain. haha. ganteng, wes bapak-bapak. |
Kaos Bang Bang Wetan di antara wartawan Kudus yang main PES 2018. haha. |
Ohya, di sepanjang perjalanan dengan bis
itu, ada banyak sekali pengamen yang keluar masuk. Lucu-lucu lagunya, tapi saya
lupa. Haha. Untungnya, saya punya stok receh cukup banyak. Jadi, ada banyak
yang saya kasih daripada yang tidak saya kasih. Ohya, karena perjalanan yang
cukup panjang itu, saya juga gonta-ganti pasangan duduk. Kalau tak salah ada
lima. Haha.
Saya minta tolong tukang ojek untuk
mengantarkan diri saya ke Balai Pemuda Surabaya, tempat digelarnya Bang Bang
Wetan. Habis berapa? Rp 35 ribu. Sampai di TKP, karena belum sholat, saya
mencari tempat sholat lagi. Kebetulan, masjidnya sedang direnovasi, kawasan
itu. jadi, ya sholat di dalam museum. Lagi-lagi kiblatnya tak jelas. Saya
bahkan sempat mengingatkan jamaah yang salah kiblat. Haha.
Seusai sholat Isya, lagi-lagi, seperti saat
di Jogja, saya juga mampir lapak. Saya lupa apakah Mas Brewok yang menjaga
lapak itu. Tapi saya ingat saat itu saya mbeli kaos Bang Bang Wetan seharga
Rp75 ribu, kalau tak salah. Sampai sekarang kaosnya masih dong. Haha.
Saya memilih ndlosor, dengan mencari
seorang yang sendiri juga. Kebetulan ada. Saya pun langsung duduk di sampingya.
Ternyata orangnya ramah-meskipun aslinya cah maiyah ya ramah-ramah sih, hehe.
Namanya Arfe, akunya dalam perkenalan. Asli Surabaya, mantan Bonek. Sekilas
saya lihat tubuhnya ada beberapa tato. Umurnya seusia saya, seperempat abad,
tapi sudah punya anak balita, sekitar 4 atau 5 tahun. Joss. Haha
Dia bahkan sempat membeli minuman air
mineral dua botol, tentu satunya untuk saya, serta snack kacang-kacang.
Sepanjang acara, kami sempat ngobrol-ngobrol sedikit, bahkan bertukar nomor
kontak. Sampai sekarang kontaknya masih ada.
Malam itu, saya lupa bahas apa, tapi Mbah
Nun ternyata agak gasik naik panggungnya. Ada banyak yang dibahas. isinya?
Nyari di youtube aja, gampang. Haha.
Karena saya cerita pakai ojek pas
berangkat, Arfe berinisiatif mengantarkan saya ke Bungurasih. Sebelum pamitan,
saya sempat poto, tapi sayang blur. Arfe sangat dewasa, yang mungkin itu
sebabnya dia sudah punya istri dan anak. Atau barangkali sebalinya: memiliki
istri dan anak membuat orang dewasa, haha. Entah.
Sebelum mencari mushola untuk sholat Subuh,
saya mampir ke warung di dekat lokasi Arfe menurunkan saya. Yang keren,
orang-orang warung membaca koran Jawapos. Ya, karena warung itu memang
berlangganan ding. Haha. Tapi itu sebelum subuh, sekitar jam 4. Tapi koran
sudah sampai. Joss.
Saya sholat Subuh di mushola yang tak jauh
dari pasar swalayan ADA di dekat terminal Bungurasih. Setelah Subuhan, saya
menyempatkan diri tidur beberapa jam sebelum akhirnya sarapan di warung yang
tepat berada di depan mushola.
Sekitar pukul 9, saya mencari bus dan
meninggalkan Surabaya. Begitulah.
Sebenarnya waktu di Jogjakarta, saya juga
sempat berkenalan dengan mahasiswa asal Jepara yang kuliah di Jogja sana.
Sayang, saya lupa namanya, meskipun saya sempat simpan nomor hapenya. Sayangnya
yang kedua, dia juga laki-laki. haha. Tambah sedulur, coy..
Wassalam.. 15 September 2018. Gayas, Gubug,
Grobogan.
Komentar
Posting Komentar