Tentang Malam Minggu, dan Antara Malam yang Sibuk dan Menyenangkan
Malam Minggu, sejatinya tidak ada bedanya dengan malam-malam yang lain. Misalnya malam Jum’at, malam Jum’at Kliwon, atau malam Jum’at Wage. Semuanya sama-sama malam, dan, langit, sama-sama gelap. Nah, yang membedakan malam Minggu dengan malam-malam yang lain, adalah, bahwa, beberapa Minggu lalu, sebelum April ini, setiap malam Minggu, seringkali hujan. Ini beda tanggapan dalam berbagai kalangan, bisa mahasiswa dan bukan mahasiswa.
Para mahasiswa yang sudah punya gandengan atau yang sok punya gandengan, biasanya menghadapi malam Minggu dengan menghabiskan waktu dengan gandengannya. Dan, ketika diminta komentar tentang malam Minggu bagi kita, para jomblowan jomblowati, biasanya mereka nyinyir.
“Kalau malam Minggu hujan, berarti do’a mereka diijabah.” Begitu kira-kira mereka menghubungkan jomblowan jomblowati dengan malam Minggu yang hujan. Biasanya ini ulah para cocoters yang masih mahasiswa, atau sudah mahasiswa.
Padahal, sejatinya, kaum jomblo tidak pernah mempermasalahkan mereka yang telah memiliki gandengan, kecuali, atau bahkan, mereka, atau kami, justru mendoakan mereka agar segera menikah, menjalankan pacaran dengan benar. Menurut kaum jomblo budiman, pacaran yang benar adalah pacaran setelah menikah. Nah, pacaran sebelum menikah, itu pacaran versi yang bukan budiman.
Sibuk yang Menyenangkan
Jomblo, bukan persoalan tidak laku sebenarnya. Karena sebenarnya para jomblowan jomblowati masih sibuk dalam arti yang sebenarnya. Sebenar-benarnya ada banyak alasan untuk kemudian memilih untuk tidak bergandengan dulu.
Begini, teman saya pernah bercerita kalau dia punya permasalahan dengan ideologinya bila harus pacaran.
“Saya seorang muslim. Saya tak mungkin pacaran sebelum menikah.” Ujarnya.
Menurutnya, bila memang mengaku muslim dalam arti yang sebenarnya, seharusnya tidak ada kata “pacaran” dalam kamus hidupnya. Karena bila sudah terjebak dalam pacaran, disadari atau tidak, sugesti yang muncul dalam dirinya adalah untuk pergi berduaan, nggarap tugas bareng, jalan-jalan bareng, ngapa-ngapain bareng, kencan bareng-bareng, de-el-el bareng-bareng..
Meskipun zaman sekarang sudah banyak kaum (yang mengaku) santri tapi juga pacaran dan mereka (juga mengaku) bisa menahan hal-hal “yang diinginkan”, tapi toh itu hampir tidak berpengaruh terhadap mereka yang juga berstatus pacaran, dan tetap saja melakukan hal-hal yang diinginkan. Bukan begitu?
Sekarang, lupakan tentang teman saya. Itu memang alasan dia. Saya kagum dengannya. Sekarang, dia sedang sibuk dengan malam minggunya, yang sudah pasti dia tidak sedang berpacaran, karena dia belum menikah.
Ketika kita, para jomblowan jomblowati memilih untuk tidak pacaran, kecuali karena ideologi seperti teman saya, ada banyak kesibukan yang sebenarnya lebih positif yang bisa dilakukan pada malam Minggu. Misalnya, kita bisa membaca buku-buku yang telah lelah menunggu untuk dibuka, kita bisa mengobrol tentang tugas akhir yang tak selesai-selesai, kita bisa pergi olahraga:futsal, tenis, pingpong, catur, kita bisa mencukur kumis, jenggot, bulu ketek, bulu itu, atau kita bisa aktif di organisasi: HIMA, BEM, UKM, dan lain sebagainya.
Nah, ketika kita sudah memilih kesibukan untuk kemudian diharapkan bisa melupakan malam yang disebut malam Minggu, kita bisa memilah-milah agar kesibukan kita tidak itu-itu saja dan kemudian malam itu bisa disulap menjadi malam yang menyenangkan lebih dari saudara-saudara kita yang terjebak dengan kebudayaan barat(meminjam diksi teman saya) : Pacaran.
Misalnya kita memilih untuk memilih-milih buku yang memang menyenangkan untuk kita: kumpulan cerita lucu, novel kocak, atau menonton film komedi, atau nongkrong bareng komunitas konyol, misal komunitas kentut sembarangan, komunitas nonton tv sambil boker, atau komunitas ngupil sambil makan tanpa sendok, dan laen-laen.
Banyak hal, banyak kegiatan yang bisa dilakukan tanpa harus mengikuti orang lain pada malam Minggu, yang kami anggap terlalu mainstream: pacaran. Bukan, sama sekali bukan karena tak laku. Orang bilang, hidup itu pilihan. Barangkali ini memang belum waktunya. Kapan waktunya tiba? Tunggu telur mengenali sang AYAM..
Semoga tulisan ini tidak bermanfaat bagi kaum yang tidak budiman..terima kasih.
#AdvokatKaumJomblo
Komentar
Posting Komentar