Pertanyaan (Mantan) Calon Sastrawan

 “Apakah aku memang sudah tidak ada harapan menjadi sastrawan?”

“Memangnya kamu merasa layak?”

“Aku suka membaca sastra.”

“Jangan bergurau, Bung. Tidak ada orang jadi sastrawan hanya karena membaca saja. Orang harus menulis, punya karya yang banyak dan diakui publik untuk bisa dianggap sastrawan.”

“Kamu tahu Andrea Hirata dengan karya monumentalnya? Mengapa dia tidak dianggap atau kurang dianggap sastrawan?”

“Masalahnya karyanya terlalu gampang untuk dikritik.”

“Berarti tidak ada jaminan kan, untuk menjadi sastrawan harus punya banyak karya?”

“Tetap tidak bisa begitu, Bung.”

“Menurutku, dengan banyak duit pun kita bisa menjadi sastrawan.”

“Maksudnya?”

“Kamu tahu Denny JA? Apakah tulisan-tulisannya lebih banyak diakui publik atau lebih banyak kritik? Bahkan publik yang mengakui pun disinyalir adalah para bayaran.”

“Bagaimana kau yakin?”

“Waduh, masak tidak tahu. Dia kan bikin proyek bareng-bareng menulis buku puisi esai. Satu puisi ada harganya.”

“Oh, mungkin itu jalur alternatif.”

“Kali ini aku setuju.”

“Ya?”

“Ya, untuk menjadi sastrawan, bila tak punya banyak karya, sebaiknya punya banyak duit. Ya, tentu biar bisa bayar orang buat nyebut kita memang sastrawan. Hehe.”

“Cerdas.”

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Persiku Junior Lolos 12 Besar Piala Soeratin Jateng

Tentang Malam Minggu, dan Antara Malam yang Sibuk dan Menyenangkan

Daftar Pesepakbola dan Pelatih dengan Penghasilan Tertinggi