Cerita Mahasiswa Blora Terjebak Lockdown di Malaysia

DOK. PRIBADI
TETAP CERIA: Irda Afdila (kiri) bersama tiga temannya di Sabah, Malaysia.
 
Cerita Mahasiswa Blora, Irda Afdila yang Kena Lockdown di Malaysia

Sepakat Tak Pulang, Dikasih 15 Ringgit untuk Makan Dua Hari

Irda Afdila, masasiswa asal Desa Bradag, Kec. Ngawen, Blora bersama tiga temannya asal Universitas Negeri Semarang (Unnes) memilih tetap berada di Malaysia. Baru dua pekan di sana, negeri jiran Indonesia itu menerapkan lock down. Segalanya pun dibatasi. Irda dan teman juga belum sempat berfoto di depan Menara Kembar Petronas, ikon Malaysia. 
 
.....


“Assalam All, please remind all students and staff agar akur dengan PKP. Denda agak berat. Dah ada pelajar IPT (Institusi Pendidikan Tinggi) yang ditahan polis dan telah dihadapkan ke mahkamah dan dijatuhkan hukuman penjara 7 hari.”
Begitulah bunyi pengumuman untuk penghuni asrama mahasiswa di Universiti Malaysia Sabah yang dikirimkan Irda ke koran ini kemarin, 1 April 2020. PKP adalah perintah kawalan pergerakan Covid-19. Pengumuman itu kurang lebih bermakna agar mahasiswa jangan keluar asrama. Sebab, hukumannya penjara tujuh hari. 
Malaysia menetapkan lockdown per Rabu 18 Maret lalu akibat wabah virus Corona alias Covid-19. Sedangkan, Irda Afdila dan tiga rekannya baru tiba di Malaysia pada 28 Februari lalu, atau sekitar dua pekan sebelumnya. Rencananya, mereka akan berada di sana hingga akhir Juni. 
Irda yang lahir di Blora, 17 Desember 1999 itu bercerita satu dari tiga temannya asal Purwodadi, Grobogan. Yakni Rindi Dwi Octavia. Sedangkan dua lainnya masing-masing asal Banjarnegara dan Jambi. Mereka semua adalah mahasiswa Bahasa dan Sastra Inggris, Fakultas Bahasa dan Seni Unnes. Mereka di Malaysia dalam rangka mengikuti program Delegasi Credit Transfer Program di University Malaysia Sabah. 
Begitu pemerintah Malaysia menyatakan lockdown, perkuliahan pun dilaksanakan secara daring alias online. Namun, setelah dua minggu masa percobaan kuliah daring ini dirasa tidak efektif. Irda memperkirakan kuliah akan diperpanjang.
”Kemungkinan akan ada perpanjangan semester sampai Agustus nanti. Kebijakan kuliah online sudah dicoba dua minggu ini tapi sepertinyta tidak efektif,” kata alumnus SMAN 1 Blora itu. 
Irda dan tiga temannya memutuskan tidak pulang ke Indonesia menjelang diputuskannya lockdown. Meski, sebenarnya sudah ada anjuran untuk pulang. Irda mengaku pulang justru akan riskan di perjalanan. 
”Kita sudah kesepakatan sama Unnes lewat google meet waktu itu buat tidak pulang. Lagian juga sangat riskan di perjalanannya, Mas. Takutnya malah bawa penyakit ke rumah. Toh udah keburu lockdown, nggak ada penerbangan,” cerita Irda.  
Irda bercerita, sebenarnya dirinya dan teman-temannya memiliki program pengabdian. Namun, karena lockdown Corona itu, semuanya belum bisa diwujudkan. Apalagi, terakjir pemerintah Malaysia memperpanjang lockdown hingga pertengahan 9 Juni. 
Pelayanan di Malaysia selama lockdown menurut Irda sangat baik. Dia ke kampus naik bis gratis menempuh perjalanan perbukitan dan hutan, dalam dua minggu sebelum lockdown. Pembelajarannya pun sudah terstruktur jelas. Materi dan tugas dari awal sudah diberikan sampai akhir semester. 
”Jadi di kelas itu khusus diskusi,” kata Irda yang juga pernah mengikuti komunitas publik speaking di Unnes itu. 
Selain itu juga masih ada tutor dengan dosen. Ini semacam les tambahan untuk diskusi. Irda juga memuji sikap dosen ke mahasiswa yang sudah seperti teman. Padahal, kebanyakan sudah bergelar profesor. Tidak banyak ewuh-pekewuh. Mahasiswa pun bisa lebih terbuka. 
Irda mengaku kehidupannya di Sabah, Malaysia sangat ketat. Namun, semuanya gratis. Di dua pekan pertama lalu, dia dan kawan-kawan bahkan diberikan insentif sebesar RM165 (Ringgit Malaysia) atau sekitar Rp 632 ribu bila dirupiahkan. 
”Di sini Pemerintah Malaysia sering kasih sumbangan, Mas. Alhamdulillah anak mobility dari Indo juga dikasih, karena stay. Kemarin dua minggu pertama kita per orang dikasih RM 165. Terus kadang juga disuruh ambil makan di aula asrama. Baru malam ini dikasih kupon makan RM15 (sekitar Rp 57 ribu) untuk dua hari,” cerita Irda. 
Sehari-hari pun dihabiskannya hanya di asrama dan kantin. Peraturan di kantin pun ketat. Makan harus dibungkus, kursi tunggu diberi betadin, dan saat antri harus diberi jarak satu meter. 
”Soalnya sering ada satpam dan polisi keliling,” tuturnya. 
Karena sudah kadung di-lockdown itulah, Irda belum sempat piknik. Termasuk ke gedung kembar Petronas yang menjadi salah satu ikon Malaysia.  
Meski Malaysia saat ini menjadi negara paling banyak terjangkit Corona di Asia Tenggara, namun, aku Irda, keluarganya tak terlalu mengkhawatirkannya. Irda meyakinkan keluarganya bahwa pelayanan di Malaysia sangat baik. 
”Kadang video call, kadang telepon. Tapi nggak setiap hari juga. Sama bapak komunikasinya, ibu sudah wafat,” katanya. 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Persiku Junior Lolos 12 Besar Piala Soeratin Jateng

Tentang Malam Minggu, dan Antara Malam yang Sibuk dan Menyenangkan

Daftar Pesepakbola dan Pelatih dengan Penghasilan Tertinggi