Setelah Hanya Nge-chat 7 Tahun, Akhirnya Ketemu Melissa Melond
Haha: Bang Andrew, Thufail, dan Melissa Mellond |
Seperti sinetron saja. Ya, begitulah kisah pertemuan penulis dengan sosok berjudul Melissa Melond. Setelah hanya berkominikasi via HP selama tujuh tahun, ya 7 tahun, kami akhirnya bersua untuk pertama kalinya.
Bagaimana ceritanya?
Di sekitar tahun 2012, kami memulai pertemanan via media sosial Facebook. Saya lupa siapa yang duluan "add". Tetapi yang saya ingat sekitar tahun itu.
Suatu kali, Melissa nginbox saya. Isinya sebuah pertanyaan. Kurang lebih begini: "sampean penulis?"
Semenjak itu, intensitas obrolan kami sebenarnya pasang surut. Kadang saling lempar komentar di status, kadang via inbox.
Seiring boomingnya Whatsapp di tahun 2014-an, komunikasi kami pun bergeser ke aplikasi tersebut. Status demi status saling kami lihat dan komentari. Kadang-kadang, komunikasi berlanjut telepon hingga lebih dari satu jam.
Begitulah singkat cerita sebelum pertemuan kami pada Senin 14 Oktober 2019.
Semenjak dipindah wilayah kerja ke Grobogan pada akhir Agustus lalu, libur saya (entah sementara atau selamanya) pindah ke Senin. Karena itulah, pertemuan kami sepakati hari Senin.
Saya memesan tiket kereta sehari sebelumnya via pegi-pegi. Oh ya, Melissa Mellond adalah manusia produk Pekalongan, Kota Batik. Ya, entah, meskipun jaraknya ke Grobogan tak jauh-jauh amat, begitulah cara takdir bekerja.
Saya memilih kereta Kaligung dengan keberangkatan pukul 08.55 pagi dari Stasiun Poncol. Batin saya, selain ketemu makhluk bernama Melond juga pengalaman naik kereta pertama kalinya. Hehe.
Sekitar pukul 06.00 lebih sedikit, saya berangkat dari kantor di tempat saya bekerja. Ya, malamnya saya memang tidur di kantor. Hehe.
Sampai di Stasiun Poncol sekitar pukul 08.00 lebih sedikit. Ya, sekitar dua jam. Maklum ada macet sedikit di Gubug karena ada perbaikan jalan.
Saya sempat bertanya ke porter untuk mencetak tiket kereta yang diperlukan untuk dicek petugas. Maklum, baru pertama kali. Hehe.
Saya juga sempat salah menduduki kursi. Seharusnya saya berada di gerbong 1, tapi malah di gerbong 4. Soalnha kode kursinya sama: 9A. Hehe. Maklum lagi...
Saya pun pindah gerbong. Ternyata malah longgar. Sebab, tiket untuk kursi 9B kosong. Hehe.
Waktu selama perjalanan saya gunakan untuk membaca buku karya teman-teman saya sendiri. Judulnya "Akankah Kami Menjadi Kita". Sebuah buku (yang diklaim) kumpulan prosa jurnalisme. Para wartawan dan pegiat kepenulisan Kudus lah penulisnya.
Isinya seputar kehidupan kaum minoritas di Kudus. Ada kisah eks tapol diduga PKI, para penganut aliran Ahmadiyah, juga komunitas beragama Hindu.
Kereta berhenti di Stasiun Pekalongan tepat pukul 10.10. Saya pun turun.
Sialnya, sepengetahuan Mellisa Melond, saya berangkat sekitar pukul 10.00 dan baru sampai sekitar pukul 12.00. Ambyar.
Di hari reguler, Melond bekerja di sebuah perusahaan yang saya lupa. Haha. Sedangkan di akhir pekan, dia kuliah. Ya, ngambil weekend. Ekstensi.
Melond mengaku izin ke atasannya masuk setengah hari. Jadi, sekitar sampai pukul 12.00. Tapi, kenyataannya, dia baru kirim SMS "otewe" sekitar jam 12.30. Hmmmm...
Mood saya memburuk.
Oh iya, untuk mengisi kekosongan waktu selama hampir empat jam itu (karena Melond baru benar-benar ketemu penulis sekitar pukul 13.50), saya mengunjungi Museum Batik Pekalongan.
Saya naik becak dari stasiun, tarifnya Rp20 Ribu. Bisa saja saya memesan ojek, tapi saya ingin agak syahdu. Hehe. Sekalian menggunakan jasa pak tukang becak.
Saya di Museum Batik sekitar mulai jam 11.00 sampai azan Dhuhur. Kebetulan, tepat di sebelah museum ada masjid.
Sialnya, Melond belum ada tanda-tanda menampakkan batang hidungnya hingga pukul 13.15. Di waktu tersebut, saya sudah sholat Dhuhur, menuliskan sebagian tulisan ini, dan terkantuk-kantuk di serambi masjid.
Melond baru berkabar telah sampai di masjid sekitar pukul 13.30. Dan ia izin mau sholat dulu.
Tapi walau sudah di lokasi yg sama, kami belum bertemu. Dia berada di serambi seberang yg lain. Bentuk masjidnya memang cukup unik, karena serambi besar selatan terpisah dr serambi sebelah utara. (bersambung)
Komentar
Posting Komentar