Grobogan Itu Desa di Kabupaten Mana, Mas?

Adalah penampakan warung milik warga setempat di Bungurasih Sidoharjo yang tak tahu Grobogan. Oh iya, warung ini punya wifi gratis.

Ternyata banyak orang Indonesia tidak tahu daerah mempesona berjudul Grobogan bukan cerita fiksi semata. Kemarin, Jumat (8/3/2019) malam atau Sabtu dini hari saya membuktikannya sekali lagi.
Sepulang dari nonton pertunjukan teater Sengkuni2019 di Balai Pemuda Surabaya, saya memesan grab. Setelah percakapan di aplikasi sekenanya, bokong saya mendarat juga di jok motor sang driver. Agak bertanya-tanya sedikit karena si Mas Grab tidak pakai seragam.
"Ke mana Mas?" tanyanya.
"Bungurasih," jawab saya.
"Tapi tunjukin jalannya ya Mas, saya baru tiga hari di sini Mas," katanya lagi dengan nada pekewuh cum melas.
Batin saya: Asem, lha rung ngerti dalan kok wani nge-grab. Tapi tak apa. Wajahe melaske.
Usut punya usut, si Mas Grab ternyata habis pulang kerja dari sebuah hotel. Saya lupa dia ada di bagian apa. Yang saya ingat, dia aslinya Malang dan memilih kerja di Kota Pahlawan karena UMR-nya tinggi gaes.. Ya, sekitar Rp 3,8 juta. Dan nge-grab adalah kerjaan sampingannya.
Tapi saat saya tanya dia Aremania apa Bonek, dia mengaku netral. Butuh dimasukkan giginya berarti, batin saya.
Dia sudah beristri dan sudah punya "ingon-ingon". Dan istrinya juga tinggal di Surabaya. Jadi, meskipun mungkin biaya hidupnya agak mahal, dia bisa ngirit dengan mengandalkan masakan sang istri. (Wes ah rasah mbahas istri, ndak baper gaes)
Akhirnya pertanyaan itu meluncur juga dari congor Mas Grab.
"Mase dari mana Mas?" tanyanya.
"Saya aslinya Grobogan tapi kerja di Rembang," jawab saya.
"Grobogan itu mana Mas?"
"Grobogan ya Jawa Tengah."
"Ohh saya pikir desa di Gresik atau mana."
Jancuk, batin saya.
Saya menghela nafas panjang.
Kami akhirnya sampai juga di kawasan Bungur, setelah Mas Grab newbie ini sempat beberapa kali bertanya pada orang-orang yang masih melek di jam setengah satu dini hari.
"Berapa Mas, tadi? Rp 18 ribu ya?" tanya saya sambil mengulurkan uang Rp 20 ribu.
"Yang pas aja, Mas.." katanya.
"Sudah sekalian saja, tidak usah."
Dia pun berpamitan pergi setelah mengucapkan terima kasih.
Karena sudah terlalu malam dan dipastikan tak ada bus berperasi ke Semarang, saya mampir di warung dekat lokasi pendaratan. Saya masih kepikiran Mas Grab vangsat tadi yang tak tahu negeri indah dengan bupati ~tukang pencitraan~ perempuan berkerudung itu.
Saya ingin membuktikan lagi. Kali ini dengan Mas2 penjaja kopi malam.
"Mas, sampean ngerti Grobogan?"
"Grobogan?" tanyanya dengan raut bingung.
"Iya, Grobogan Jawa Tengah."
"Pernah denger sih Mas," katanya.
Jancuk, ternyata memang banyak makhluk dunia ini yang tak tahu Grobogan, slur..
"Kalau Kudus, Pati, Rembang, Blora, sampean tahu?"
Mas2 bertubuh gempal itu mengangguk-angguk.
"Kalau Mranggen atau Keling tahu Mas?"
"Iya, tahu. Penghasil kue apem itu kan?"
Alhamdulillah, dia tak tahu.

Bus Sinar Mandiri Mulia (Rp 40 ribu Bungur-Rembang)


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Persiku Junior Lolos 12 Besar Piala Soeratin Jateng

Tentang Malam Minggu, dan Antara Malam yang Sibuk dan Menyenangkan

Daftar Pesepakbola dan Pelatih dengan Penghasilan Tertinggi