Imam Khanafi, Penggagas Ruang Baca Pangilon


Biar Tidak Kenal Gadget Terlalu Dini, Kenalkan Camat hingga Ketua DPRD

Berawal dari keprihatinan terhadap dunia anak, Imam Khanafi terpanggil untuk menggagas tempat belajar. Tujuannya, agar waktu generasi penerus bangsa itu tak habis digunakan untuk bermain gadget. Dan terciptalah Ruang Bacan Pengilon

Dendra Al Jonoo, Kudus 
KEMBALI KE TRADISI: Para anak bermain mainan tradisional di Ruang Baca Pengilon di Desa Terban belum lama ini.




Belasan anak antusias belajar permainan tradisional seperti angklung, dakonan, dan permainan lainnya. Mereka sekilas tampak melupakan permainan virtual yang biasanya benyak menyita waktu mereka.

Pemandangan itulah yang terlihat saat datang ke Ruang Baca Pengilon. Kebetulan, ketika itu, anak-anak yang biasa belajar di sana kedatangan tamu dari komunitas yang beranggotakan dari beberapa profesi.

Keceriaan anak-anak untuk lebih belajar tentang permainan tradisional itulah yang saat ini dirasa mahal. Ya, di tengah maraknya penggunaan telepon pintar. Setidaknya itu yang dirasakan Imam Khanafi, penggagas Ruang Baca Pangilon.

Kegelisahan mantan jurnalis sejumlah media cetak dan online itu berlangsung beberapa bulan lalu, saat masa kampanye calon Bupati Kudus. Imam yang sehari-hari beraktivitas sebagai penjual kliping koran itu prihatin dengan kegiatan anak-anak di sekitar kampung ayahnya, Sulikin di Desa Terban, Jekulo, Kudus.

”Kebanyakan anak di sana kan orangtuanya pekerja pabrik, dan sebagian lagi petani. Jadi, tak punya banyak waktu buat anak di siang hari. Nah, anak-anak itu diberikan gadget orangtuanya, padahal usianya ada yang masih 4-5 tahun,” terang pria kelahiran Kudus, 11 April 1989 itu.

Apalagi, di lingkungan anak-anak itu, ada kafe yang menyediakan wifi tanpa batas kuota, dengan hanya membayar seribu rupiah. Dengan usia mereka yang masih belum terlalu paham tentang gadget pun, menjadi rentan digunakan untuk hal yang tak pantas diakses oleh mereka.

Lalu, melalui salah satu calon, Hadi Sucipto yang ketika itu calon wakil bupati Kudus, dia meminta bantuan buku-buku untuk dibuat perpustakaan. Kemudian dengan inspirasi bahwa di kawasan tersebut terdapat sendang yang bernama Sendang Pangilon, dinamailah tempat itu dengan Ruang Baca Pangilon.

Ada lebih dari seratus buku yang berasal dari mantan calon wakil Bupati Kudus itu. Kemudian, Ruang Baca Pangilon mendapat bantuan buku-buku dari beberapa pihak swasta lain sehingga koleksinya semakin banyak.
Imam Khanafi (dok.pribadi)

”Buku-bukunya yang lebih diperuntukkan ke anak-anak. Seperti cerita-cerita di Nusantara tentang kearifan lokal dan semacamnya,” kata dia yang tinggal di Singocandi bersama istri, Asri Candra dan anaknya itu.

Di Ruang Baca Pangilon, anak-anak tidak hanya diberikan kebebasan membaca buku secara gratis, tapi ada agenda lain yang juga menarik. Selain kegiatan pelajaran bahasa Inggris di hari Jumat, Imam yang sempat mengenyam pendidikan di UMK namun tak selesai itu juga menyajikan kegiatan mengenalkan profesi.

Salah satunya saat Ruang Baca Pangilon kedatangan tamu dari komunitas Rotary Kudus. Komunitas yang beranggotakan beberapa profesi seperti desainer, dokter, dan pengusaha itu pun mengenalkan profesinya masing-masing kepada anak-anak.

”Dari situ, anak-anak yang awalnya hanya bercita-cita jadi guru, akhirnya ada yang ingin jadi koki, polwan, bahkan anggota,” terang bapak satu anak yang juga mengajar jurnalistik di beberapa sekolah di Kudus itu.

Selain komunitas rotary, Ruang Baca Pangilon juga pernah kedatangan Camat Jekulo, Dwi Yusie Sasepti. Rencananya, Imam selaku pengelola akan mengundang Ketua DPRD Kudus, Achmad Yusuf Roni ke tempat belajar anak-anak itu.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Persiku Junior Lolos 12 Besar Piala Soeratin Jateng

Tentang Malam Minggu, dan Antara Malam yang Sibuk dan Menyenangkan

Daftar Pesepakbola dan Pelatih dengan Penghasilan Tertinggi