Budi Kusriyanto, Salah Satu Penggagas Omah Aksi



Budi (tengah) berbicang dengan rekannya di sanggar seni lantai 2.
Punguti Sampah di Sejumlah Gunung, Wadahi Komunitas Sosial

Kegelisahan Budi Kusriyanto tentang alam sekitar membuat dia dan rekannya membentuk wadah untuk beraksi. Wadah itu diberi nama Omah Aksi. Di komunitas itu, semua orang bisa datang dan melakukan kegiatan positif apa saja.
SAIFUL ANWAR, Kudus

MALAM itu jalanan cukup basah ketika Jawa Pos Radar Kudus menyambangi Omah Aksi di Jalan Ekapraya III No. 34 Rendeng, Kudus. Di depan rumah itu, bagian kirinya terdapat sebuah angkruk dengan kolong setinggi orang dewasa sekitar 170 cm. Bangunan ini terbuat dari bambu dengan atap rumbia.
Beberapa orang menyambutnya. Salah satunya Budi Kusriyanto, sang “sesepuh” Omah Aksi. Lelaki tersebut hanya mengenakan kaus oblong warga gelap dan bersarung. Meski baru kali pertama bertemu, dia terlihat sangat akrab. Beberapa guyonannya mengalir begitu saja.
Pria 25 tahun ini merupakan salah satu penggagas Omah Aksi yang berdiri pada September 2015 silam. Gagasan ini muncul berawal dari kegelisahannya tentang bumi yang semakin tak terawat. Sampah-sampah bertebaran di mana-mana. Sementara orang-orang lebih banyak menggelar diskusi tanpa aksi nyata. Bersama beberapa rekannya yang sepemikiran, akhirnya berdirilah Omah Aksi.
”Banyak orang berkata sampah itu membuat buruk. Tapi, kebanyakan tanpa ada tindakan nyata. Nah, kami melakukan aksi nyata itu. Meskipun kami juga tidak menolak diskusi dan orasi,” papar Budi yang merupakan warga Purwosari, Kudus, ini.
Budi yang berlatarbelakang sebagai backpacker itu melihat, ada banyak sampah di gunung-gunung ketika dirinya mendaki. Berdasar keresahan itulah, dia bertindak nyata memunguti sampah di gunung-gunung itu.
”Semua gunung di Jawa sudah semua. Mulai Gunung Sumbing, Sindoro, dan Merapi. Paling betah di Merapi. Seperti sudah rumah sendiri,” jelas Budi.
Sekarang ini, Budi memang lebih banyak menghabiskan waktunya di Omah Aksi. Sebuah rumah yang dulunya adalah kontrakan milik orang tua salah satu pegiat Omah Aksi, Ihsan atau yang lebih akrab disapa Icun.
Budi mengaku, sebelumnya sempat bekerja sebagai supervisor di beberapa perusahaan. Namun, karena melihat manajemen di tempatnya bekerja, dia dengan mantap resign.
”Saya kasihan sama bawahan saya. Perusahaan terlalu kejam kepada pegawainya,” katanya.
Keresahan itu jugalah yang membuatnya mantap untuk terus menjadi pekerja sosial. Dia juga tertarik dengan berbagai hal filsafat. Seperti yang mempertanyakan Tuhan, tentang waktu, dan sebagainya.
Lulusan universitas swasta di Jogjakarta itu menuturkan, Omah Aksi sendiri lebih banyak mewadahi komunitas-komunitas. Dia sendiri menolak Omah Aksi sebagai sebuah komunitas. Budi hanya ingin memberikan tempat bagi mereka yang memiliki komunitas atau semacamnya untuk berkegiatan positif tanpa ada embel-embel kepentingan agama dan politik.
Beberapa komunitas di Kudus yang sering menggelar agenda bersama Omah Aksi, di antaranya Komunitas Kresek, Kudus Mengajar, Koin Pintar, dan Komunitas Yuk Main. Komunitas-komunitas itu bahkan sering memakai Omah Aksi untuk menggelar agenda mereka seperti kegiatan les dan sebagainya.
Sekarang ini, Budi bersama rekan-rekannya sedang sibuk membuat film dokumenter bertajuk Kudus Kota Kita. Film ini bermaterikan orang-orang dari berbagai profesi, untuk dimintai pendapatnya tentang Kudus.
Mereka akan diminta menjawab beberapa pertanyaan. Setelah mengenalkan nama dan profesi, mereka akan ditanyai mengenai kelebihan dan kekurangan Kudus. Lalu, apa yang sebaiknya diperbaiki dari kota berjuluk Kota Kretek itu. Video itu rencananya bakal di-uploaddi Youtube terlebih dulu sebelum rencana lebih lanjut.
Bersama rekan-rekannya, dia juga baru saja menyelesaikan pembuatan angkruk yang dia beri judul sanggar lantai II. Dia ingin ada tempat lebih untuk mereka berkegiatan di Omah Aksi. Sebab, bila ruangan yang memiliki luas sekitar tiga kali enam meter tersebut dipenuhi anak-anak, para orang tua harus di luar untuk menunggu.
Selain itu, Omah Aksi juga sedang menggalang dana melalui penjualan kaus untuk membeli papan tulis dan meja sebagai sarana les.
”Ya, kaus ini kami jual pre-order. Terakhir pemesanan dan pembayaran tanggal 7 Maret ini. Kami ingin membuka les untuk semua mapel bagi siswa SD dan gratis,” tambah lelaki berambut gondrong tersebut.
Agenda lain yang tak kalah menarik, yakni Omah Aksi bakal kedatangan dua tamu dari Eropa. Rencananya beberapa hari lagi mereka akan segera tiba di Kudus.
”Sebelumnya, kami juga kedatangan tamu dari Prancis. Namanya Claire Hamelin seorang pekerja sosial yang ingin tahu tentang Indonesia,” ujarnya.

Bule itu, beber Budi, di Kudus selama beberapa hari dan belajar tentang kebudayaan Indonesia beserta sosial masyarakat Indonesia. Hal itu adalah salah satu upayanya untuk mengenalkan Indonesia melalui caranya dan menjadi penggalang aksi positif bagi warga masyarakat umumnya. ”Sebab, kami percaya bahwa bumi butuh aksi. Bukan sekedar orasi dan diskusi,” tegasnya. (*/lil)


sumber:
http://radarkudus.jawapos.com/read/2017/03/03/3287/punguti-sampah-di-sejumlah-gunung-wadahi-komunitas-sosial

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Persiku Junior Lolos 12 Besar Piala Soeratin Jateng

Tentang Malam Minggu, dan Antara Malam yang Sibuk dan Menyenangkan

Daftar Pesepakbola dan Pelatih dengan Penghasilan Tertinggi