Tentang Transgender: Menjadi Perempuan, dan Sepenuhnya Laki-laki: Bagaimana Mbah Modin Nanti?


Alam ini diciptakan berpasang-pasangan, begitu semua orang mengumbar percakapan sehari-hari. Ada siang ada malam, ada pagi ada sore, baik buruk, sial mujur, bulan matahari, langit bumi, dan yang paling banyak disebut adalah ada laki-laki dan ada perempuan.
Belakangan ini, setidaknya sudah berjalan dalam hitungan bulan, sebagian yang membaca tulisan ini pasti tahu, ada seorang yang dengan keberanian yang matang, memutuskan keputusan sangat besar dan tentu saja mengandung banyak resiko: menjadi seorang trans. Mungkin agak disamarkan, (saya sengaja tidak minta izin kepada yang bersangkutan, tapi kalau memang tidak berkenan, saya akan segera menghapus ini) dengan tujuan untuk menghindari hal-hal yang tidak patut.
Dalam banyak literatur disebutkan bahwa orang-orang trans adalah orang-orang yang merasa memiliki jiwa yang tidak sesuai dengan ciri-ciri sebagaimana bentuk fisiknya. Mereka memiliki bentuk fisik yang lazim disebut laki-laki, namun tingkahnya seperti perempuan, atau cenderung perempuan. Juga sebaliknya. Setelah mengalami gejolak psikologis yang dahsyat, dengan sangat berat, mereka kemudian  memilih menyesuaikan dengan jiwanya, dan menomorduakan fisiknya.
Kebanyakan dari mereka mendapat perlakuan yang sama sekali berbeda dari sebelumnya. Mereka cenderung tersisihkan. Orang-orang menganggap mereka sebagai seorang yang mengkhianati kodrat Tuhan, orang aneh, sehingga layak mendapatkan cacian, makian, dan perlakuan kasar. Dalam banyak kasus, mereka kemudian merasa sangat frustasi dan bahkan bunuh diri karena tak tahan dengan perlakuan lingkungannya.
Lalu, bagaimana seharusnya kita menyikapinya?
Dalam undang-undang dasar 1945 jelas diterangkan bahwa setiap warga negara memiliki hak yang sama dalam segala urusan. Dan ini menjadi dasar para pelaku trans di Indonesia untuk membenarkan apa yang dipilihnya. Kemudian, kalau kita menyinggungkan masalah trans dengan kodrat yang telah ditakdirkan Tuhan, maka jawablah pertanyaan ini: apakah kalau kemudian Tuhan menakdirkan mereka akan menjadi trans juga sebuah kesalahan? Pikirkan baik-baik. Selama pilihan itu tidak merugikan orang-orang di sekitarnya, lalu dimana salahnya? Toh pada akhirnya mereka sendiri yang akan menanggungnya (di akhirat, kalau akan dikaitkan juga dengan urusan akhirat). Yang paling berat justru adalah penerimaan dari keluarga. Apalagi manakala ia datang dari keluarga dengan agama yang ketat. Dan itu tentu saja sudah dipikirkan masak-masak oleh yang bersangkutan. Bukankah demikian, Den?
Sebaiknya kita berpikiran luas. Bahwasanya apapun jua adalah kehendak Tuhan Yang Maha Esa. Kita harus memperlakukan mereka sebagai makhluk. Makhluk ciptaan Tuhan. Karena kebetulan mereka juga manusia seperti kita, maka perlakukanlah mereka seperti manusia pula, sebagaimana orang-orang lainnya. Mereka juga memiliki hak sama seperti kita.
Menjadi Perempuan atau Lelaki
Sejuta pesona memang melekat pada diri perempuan. Perempuan adalah tokoh idola bagi laki-laki. Meskipun berlaku sebaliknya dan laki-laki sering disebut sebagai seorang yang lebih memiliki banyak kelebihan dibanding perempuan (misalnya lebih kuat), tapi dalam banyak sumber menyebutkan, dan  masyarakat juga lebih banyak mendengar dan mengerti bahwa, lebih banyak laki-laki yang menjadi perempuan ketimbang perempuan yang menjadi laki-laki. Dalam beberapa sumber menerangkan bahwa pada dasarnya sebenarnya terletak pada jumlah kromosom. Intinya adalah jumlah kromosom dalam tubuh seseorang menentukan orang itu berkecenderungan berperilaku sebagai kebanyakan perempuan atau sebaliknya.
Untuk Anda
Untuk Anda, yang saat ini masih galau untuk menentukan apakah akan menjadi seorang trans, entah apakah Anda seorang lelaki penggila dandan, dan tak bisa pergi tanpa dandan, serta selalu iri dengan perempuan cantik, atau Anda seorang perempuan yang tak peduli penampilan, dan lebih suka mengenakan baju laki-laki tulen, maka pikirkanlah baik-baik.
Yang paling umum adalah Anda akan dicap sebagai pelanggar kodrat yang sudah diberikan Tuhan. Masyarakat kebanyakan cenderung susah menerima diri Anda. Karena mereka bingung akan memperlakukan Anda sebagai apa. Karena tidak ada jenis kelamin tengah-tengah, mereka merasa sah ketika kemudian menyisihkan Anda.
Lalu yang -menurut saya- paling galau adalah Mbah Modin. Ketika nanti Anda meninggal dunia, apakah Anda akan didoakan dengan “firlahu” atau “firlahaa”, dan  “warhamhaa” atau “warhamhu”, barangkali Mbah Modin akan geleng-geleng kepala sebelum menentukan akan memilih “hu” atau “ha”. Kalau misal Anda adalah aslinya lelaki yang menjadi perempuan. bila memilih “hu”, maka ini menyampingkan pribadi yang meninggal, bahwa ia telah memilih menjadi perempuan. sedangkan manakala memilih “ha”, Mbah Modin akan merasa mengkhianati kodrat yang telah diberikan Tuhan, bahwasanya si jenazah terlahir sebagai laki-laki, maka sudah semestinya kembali juga dengan kodrat yang sama.
Terlepas dari bagaimana Mbah Modin nanti akan menentukan apakah memilih “ha” atau “hu”, bila Anda memang sudah yakin dan mantap, karena memang sangat tidak nyaman berada di “tubuh yang salah”, yang terpenting adalah perhitungkanlah kemungkinan-kemungkinan yang nanti akan terjadi. Setiap pilihan memiliki konsekuensi. Bila sudah sangat yakin dan sangat mantap, pilihan ada di diri Anda sendiri.
Manakala Anda sudah tidak betah dengan perlakukan masyarakat (yang belum memahami, dan barangkali akan sangat susah untuk mengerti posisi Anda), Ada baiknya Anda kembali seperti semula. Mungkin dengan pendampingan ketat psikolog dan penasehat spiritual, atau semacamnya. Jangan sampai Anda mengakhiri hidup Anda dengan cara yang konyol.
Untuk Anda yang masih terus berjuang, secara pribadi saya menyarankan dan berdoa supaya Anda kembali seperti semula saja. Tapi kalau Anda sudah tak bisa dinasehati, saya juga berdoa supaya perjuangan Anda menemui hasil yang memuaskan. Selamat berjuang, Men!!
******
Agustus, 2014
Catatan konyol: Saya seringkali menceritakan “ini” pada orang-orang di sekitar saya, yang belum tahu, kalau saya memiliki teman yang trans. Secara spontan mereka pun kaget. Ada yang tercengang, ada yang kasihan, ada yang tertawa, ada yang senyam-senyum (itu saya). Yang mereka pikirkan (juga saya), mungkin, biasanya mereka hanya melihat orang trans di tivi (bukan trans tv) atau kebetulan lewat di internet, dengan berbagai macam kisahnya, mulai dari dicaci, dibully, tidak diterima masyarakat, hingga akhirnya menjalani persidangan untuk diakui gender “baru”nya, kini mereka mendengar sendiri ada seorang yang mengalami kasus langka itu ada di sekitarnya. Secara spontan pula, mereka terus bertanya tentang hal-hal yang menurut mereka mendesak untuk dijawab. Misal, apakah dia operasi kelamin? Saya tentu saja geleng2, dan saya banyak menjawab tidak tahu, karena memang tidak tahu.
Maaf untuk tulisan yang berantakan. Bukankah lebih baik seperti itu daripada tidak sama sekali?

#CahNdablek

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Persiku Junior Lolos 12 Besar Piala Soeratin Jateng

Tentang Malam Minggu, dan Antara Malam yang Sibuk dan Menyenangkan

Daftar Pesepakbola dan Pelatih dengan Penghasilan Tertinggi