Surya: Mataharinya Facebook
Banyak orang mungkin berpendapat bahwa Surya, teman kita yang spesial itu, adalah orang aneh, tidak mau berkembang, tidak mau bicara, introvert, kalem, dan yang paling ekstrim adalah: datang dari planet lain. Saya tentu saja geleng-geleng mendengarnya.
Tulisan ini tidak akan membahas kekurangan Surya. Karena Surya Buana tetaplah Tertayanta Sang Puisiwan. Saya yakin pembaca yang tidak tahu Surya, penasaran sekali ingin melihatnya secara langsung. Karena saya baik hati dan tidak sombong, maka carilah nama Tertayanta Sang Puisiwan di Facebook. Sang Matahari pasti ketemu.
Begitulah, Surya masihlah sosok misterius di antara manusia sastra Indonesia. Saya masihlah ingat ketika kami sama-sama mengikuti mata kuliah Teater. Semua peserta yang hadir memaksanya mengucapkan kata: Diam! “Diam” yang dimaksud di sini adalah dengan nada marah. Jadi, bukan sekedar “diam”, tapi dengan tanda seru: Diam! Atau barangkali ditambah beberapa huruf untuk penegasan: Diiiaaamm!! Nah, ketika sudah beberapa kali menyuruh secara biasa, Si Matahari diam saja, akhirnya para peserta pegel juga hatinya. Dengan cara setengah memaksa, dia masih juga enggan memenuhi persyaratan mengucapkan “Diam” dengan nada marah. Akhirnya para peserta sebel dan tidak tahan lagi, dia diberi pilihan: meneriakkan kata “Diam” sesuai dengan keinginan peserta, atau dikembalikan ke planet asalnya. Baru setelah diberi pilihan itu, dia bisa meneriakkan kata “Diam” sesuai standar orang marah.
Kira-kira sabar ekstra -sebelas dua belas dengan Nabi Muhammad-lah yang bisa membuat Surya memenuhi ekspektasi teman-teman yang kebetulan kecewa dengan Surya yang “tak mau bicara.” Bahwa hanya meminta tolong Si Surya untuk mengucapkan “Diam” saja harus menunggu dari matahati tenggelam sampai terbit lagi, padahal untuk kepentingan mata kuliahnya sendiri. Piye, Ndes perasaanmu?
Tapi, saya pernah dikejutkan dengan pengakuan Surya saat evaluasi mata kuliah Teater. Pak Sendang bertanya kira-kira begini: Apa yang sudah kalian dapatkan selama mata kuliah Teater, atau selama pementasan, atau Apakah kalian puas dengan apa yang sudah didapatkan?
Nah, Sang Matahari menjawab begini: ”ya, saya kurang puas. Di pementasan saya tidak mendapatkan peran yang bagus. Saya bahkan tidak mendapat dialog.”
Catatan: pada pementasan Teater: Mangir, Surya berperan sebagai rombongan penabuh gamelan, yang di situ memang tidak ada dialog sama sekali. Hanya datang, pura-pura membawa gamelan, menunggu percakapan tokoh lain selesai, dan pergi lagi ke balik panggung.
Mendengar pengakuan Sang Matahari seperti itu, peserta lain tiba-tiba menggigiti kursi masing-masing yang diduduki: jengkel dengan Sang Matahari. Padahal, sebagaimana orang sejagatraya ketahui sendiri, Sang Matahari ketika disuruh mengucapkan “Diam” saja harus menunggu dengan sabar seperti kesabaran Nabi Muhammad, bisa-bisanya mengaku seperti itu. Terus terang, kursi-kursi yang peserta lain duduki sompel semua, karena terlampau sebel padanya.
Kita tak bisa berbuat apa-apa lagi. Inayah, sebagai sesama orang yang datang dari Planet Batang, pernah memberi semacam wejangan, nasihat pada Sang Matahari. Waktu itu Sang Matahari mengatakan terima kasih. Tapi kenyatannya dia tetap tak berubah. Lalu Isti-si bidadari alay, dan Koko, juga seringkali merayu Sang Matahari (yang membuat saya iri-hehe) untuk memancingnya berbicara. Tapi begitulah Surya, ia tak juga mengerti. Ia tetap diam seperti Matahari.
Para dosen, Pak Sendang, Pak Seno, dan dosen Pak-Pak lainnya, Bu Nas, Bu Uum, dan bahkan Bu Raminah- satu-satunya manusia yang bisa mengalahkan Wawan sang Radio man- semuanya takluk di tangan Sang Matahari: no komen untuk Surya.
Kalau di bumi ada Nabi Muhammad sebagai mataharinya dunia. Maka, di facebook, kita punya Tertyanta Sang Puisiwan. Meskipun dia tak pernah mau bicara di dunia nyata, di dunia maya, ia justru paling aktif mengoceh dengan berbagai macam status. Nah, atas dasar inilah, maka, dengan bangga, saya, sebagai perwakilan angkatan Sastra Indonesia 2011, dan juga mewakili AKGI (Aliansi Komting Gathel Indonesia) menganugrahkan Tertyanta Surya Buana atau Tertyanta Sang Puisiwan sebagai Mataharinya Facebook.
Nama Surya, sudah jelas berarti Matahari. Dengan begitu adil sepertinya. Kemudian, dan ini kecurigaan saya setelah menulis tulisan iseng ini: kalau Surya memang terlalu pendiam di dunia nyata, jangan-jangan dia dilahirkan di dunia maya?
Komentar
Posting Komentar