Dendra dan Nina
Dendra dan Nina telah membaca puisi-puisi Afrizal Malna dan kini kepala mereka berdarah-darah karena dibenturkan ke tembok berkali-kali dalam 9,8 skala richter: Puisi telah membunuh pedagang asongan, para pelacur, dan masinis yang sedang berlayar di rel kereta. Antara kejam dan sedih, puisi membangun jembatan untuk para dokter dan pengacara yang sedang menari di kamar mandi dalam rumah mister kapitalisme. Puisi telah membunuh kepala dinas kesedihan di sebuah kota bunuh diri. Puisi membunuh anak band yang tak punya ayah, membunuh anak kos dan ibu kos, menguliti supir angkot dan supir bis yang terlibat percekcokan. Puisi telah membius driver gojek dan penumpangnya dalam sebuah jamuan makan malam di rumah presiden kesepian. Puisi telah berguru di puncak gunung semeru untuk membunuh kapitalisme, tapi puisi tidak kuat menahan tiga hari, dan ia pulang dengan kegagalan menenteng tas berisi kapitalisme. Puisi telah membunuh dengan kejam para jurnalis dalam ketiak kapitalisme. Kapitalis...